Saturday, March 12, 2011

Penalaran


BAB  I
PENDAHULUAN
Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain yang disertai dengan bukti dan pendapat supaya mereka percaya dan bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara. Melalui argumentasi penulis berusaha merangkaikan fakta–fakta, sehingga mampu menunjukkan apakah suatu hal itu benar atau tidak. Argumentasi merupakan dasar yang paling fundamental dalam ilmu pengetahuan. Dalam dunia ilmu pengetahuan, argumentasi itu bentuk lain dari usaha untuk mengajukan berbagai bukti atau pendapat mengenai suatu hal.
Sebuah topik tertentu dapat saja disoroti dengan menggunakan salah satu bentuk retorika modern. Topik Universitas misalnya dapat disoroti dengan mempergunakan keempat macam bentuk retorika itu. Seorang mahasiswa, misalnya, dapat menulis mengenai topik itu dengan mempergunakan bentuk narasi, kalau ia berbicara atau bercerita mengenai sejarah pendirian dan perkembangan Universitas. Dia dapat juga mempergunakan bentuk deskripsi, bila dia berusaha melukiskan keadaan yang nyata sekarang mengenai Universitas tersebut, tentang pimpinan, peranan para dosen, mahasiswa dan sebagainya. Dapat pula menggunakan bentuk eksposisi, bila ia berusaha menguraikan tujuan, visi dan moso Universitas tersebut. Dapat pula menggunakan bentuk argumentasi, bila dia ingin menyatakan pendapat agar diadakan perubahan dan perbaikan serta kebijaksanaan apa saja yang harus diterapkan di Universitas tersebut. Agar para pembaca dapat diyakinkan maksudnya itu, seseorang harus menemukakan pula bukti – bukti untuk memperkuat pendirian atau pendapatnya itu.
Dasar sebuah tulisan yang bersifat argumentatif adalah berpikir kritis dan logis. Untuk itu kita harus bertolak dari berbagai fakta atau evidensi yang ada. Fakta dan evidensi dapat dijalin dalam berbagai metode sebagaimana dipergunakan juga oleh eksposisi. Namun, dalam argumentasi terdapat motivasi yang lebih kuat. Eksposisi hanya memerlukan kejelasan, sebab itu fakta–fakta dipakai seperlunya. Selain kejelasan, dalam argumentasi diperlukan juga berbagai fakta untuk meyakinkan para responden. Olehkarena itu, penulis harus meneliti semua fakta yang akan dipergunakan itu adalah benar adanya dan harus meneliti pula bagaimana relevansi kualitasnya dengan maksudnya. Dengan fakta yang benar, kita dapat merangkai suatu penuturan yang logis menuju kepada suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. Seorang yang kurang hati–hati dan tidak cermat menganalisa suatu data dapat menggagalkan seluruh usaha pembuktian.
Dalam hal ini penyusun akan membahas masalah penalaran yaitu bagaimana dapat seseorang merumuskan pendapat yang benar sebagai hasil dari suatu proses berpikir untuk merangkai fakta menuju suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh akal sehat. Masalah lain yang harus dibicarakan sebelum membahas tulisan argumentatif adalah mengenai beberapa corak penalaran. Ketiga, bagaimana mengadakan penilaian atau penolakan (kalau perlu) atas pendapat orang lain atau pendapat sendiri yang pernah dicetuskan. Dengan prinsip ini akhirnya dikemukakan bagaimana menyusun tulisan argumentatif itu sendiri. Dan kelima, akan dikemukakan pula masalah persuasi yang mempunyai pertalian yang sangat erat dengan argumentasi bahkan sering diadakan pengacauan atas kedua istilah tersebut.
Dalam tulisan sering kita mengutip pendapat orang yang terkenal untuk memperkuat pembuktian kita. Tetapi harus diperhatikan bahwa kemashuran dan kebesaran seseorang tidak selalu bisa dijadikan alasan untuk mengutip begitu saja pendapat dan pikiran autoritas itu tanpa memberikan suatu penilaian yang kritis. Yang benar adalah bahwa orang itu menjadi besar dan terkenal karena pendapat dan ai manusia, siapa saja dapat membuat kesalahan dan kekhilafan. Olehkarena itu, setiap penulis harus bersikap kritis menghadapi pendapat orang lain, baik orang yang terkenal maupun yang kurang terkenal.


BAB  II
I S I
1.    PROPOSISI
Penalaran (reasoning atau jalan pikiran) adalah suatu proses pikiran yang berusaha menghubungkan fakta atau evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Bila kita bandingkan argumentasi dengan sebuah bangunan maka fakta, evidensi dan sebagainya dapat disamakan dengan batu bata, batu kali, semen dan sebagainya. Sedangkan, proses penalaran itu sendiri dapat disamakan dengan bagan atau arsitektur untuk membangun gedung tersebut. Penalaran merupakan sebuah proses berpikir untuk mencapai suatu kesimpulan yang logis.
Penalaran bukan saja dapat dilakukan dengan menggunakan fakta–fakta yang masih berbentuk polos, tetapi dapat pula dilakukan dengan menggunakan fakta–fakta yang telah dirumuskan dalam kalimat yang menyatakan pendapat atau kesimpulan. Kalimat seperti ini, dalam hubungan dengan proses berpikir tadi disebut proposisi. Proposisi dapat dibatasi sebagai pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung di dalamnya. Sebuah pernyataan dapat dibenarkan bila terdapat bahan atau fakta untuk membuktikannya. Sebaliknya, sebuah pernyataan atau proposisi dapat disangkal atau ditolak bila terdapat fakta yang tidak sesuai. Untuk menjelaskan hal itu, perhatikan contoh berikut :
Semua manusia akan mati pada suatu waktu.
Beberapa orang Indonesia memiliki kekayaan yang berlimpah – limpah.
Kota Bandung hancur dalam Perang Dunia II karena bom atom.
Semua gajah telah punah tahun 1980.
Ke-empat kalimat di atas merupakan proposisi. Dua kalimat pertama dibuktikan kebenarannya, dan dua kalimat terakhir dapat ditolak karena fakta yang ada tidak sesuai dengangan kenyataan. Akan tetapi ke-empat kalimat diatas tetap merupakan proposisi. Proposisi selalu berbentuk kalimat, tetapi tidak semua kalimat adalah proposisi. Hanya kalimat deklaratif yang dapat mengandung proposisi, karena hanya kalimat semacam itulah yang dapat dibuktikan atau disangkal kebenarannya. Kalimat tanya, perintah, harapan dan keinginan (desideratif) tidak pernah mengandung proposisi. Apa yang dapat dibuktikan dari kalimat seperti: “ Siapa yang mengambil buku itu?”, “Pergilah dari sini secepatnya!” atau “Mudah – mudahan kamu selalu bahagia seumur hidupmu!”.
Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat–syarat dalam menalar dapat dipenuhi seperti.
·       Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang     memang benar atau sesuatu yang memang salah.
·       Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat, sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

2.      INFERENSI dan IMPLIKASI
Tiap proposisi dapat mencerminkan dua macam kemungkinan. Pertama, merupakan ucapan faktual sebagai akibat dari pengalaman atau pengetahuan seseorang mengenai suatu hal. Kedua, proposisi dapat juga merupakan pendapat atau kesimpulan seseorang mengenai suatu hal. Kalimat seperti “Tadi terjadi sebuah tabrakan didepan Universitas” merupakan prosisi yang bersifat pernyataan faktual, yaitu sebuah pernyataan yang menyangkut fakta atau peristiwa yang dialami oleh seseorang. Tetapi bila informasi tadi dilanjutkan dengan mengatakan “ Supir bis yang melakukan kesalahan, karena tiba–tiba menghentikan kendaraannya”, maka proposisi ini merupakan suatu kesimpulan atau pendapat karena pembicara menyampaikan pernyataan itu memerlukan beberapa fakta baru untuk sampai kepada pernyataan itu.
Dengan ilustrasi diatas, baik ucapan faktual maupun pendapat atau kesimpulan, keduanya merupakan proposisi karena keduanya dapat dibuktikan kebenaranya atau kemustahilannya. Untuk membuktikan kebenaran yang terkandung dalam sebuah kesimpulan, harus dapat dicari dan diuji fakta–fakta yang dijadikan landasan untuk menyusun kesimpulan itu. Fakta adalah apa saja yang ada, baik perbuatan yang dilakukan maupun peristiwa yang terjadi atau sesuatu yang ada di alam ini. Fakta adalah hal yang ada tanpa memperhatikan atau mempersoalkan bagaimana pendapat orang lain. Sebaliknya pendapat merupakan kesimpulan (inferensi), penilaian, pertimbangan dan keyakinan seseorang tentang suatu fakta. Oleh karena itu, setiap ucapan yang bersifat faktual atau suatu pernyataan berdasarkan fakta, harus selalu dapat dibuktikan sebagai kebenarannya atau yang mustahil. Sebaliknya, pendapat atau kesimpulan hanya dapat diterima atau ditolak karena kebenaran atau ketidak mungkin fakta dan cara menghubungkan fakta secara absah.
Tetapi menilai pendapat jauh lebih berat. Disamping fakta–fakta yang dikumpulkan, perlu juga diadakan penilaian mengenai bagaimana proses yang telah digunakan untuk sampai kepada kesimpulan. Sesudah diadakan penelitian diperoleh data atau fakta sebagai berikut: Pada waktu itu bis berada sekitar 2 meter di depan sedan yang membuntutinya. Tiba–tiba dari arah kanan sebuah jip membelok memotong di depan bis itu, untuk masuk ke halaman universitas. Mau tidak mau sopir bis terpaksa mengerem kendaraannya dengan tiba–tiba untuk menghindari tabrakan. Sedan yang berada di belakang bis dalam jarak 2 meter itu masih dalam kecepatan 50 km per-jam tidak sempat direm lagi dan tahu–tahu sudah menghantam bagian belakang bis. Dengan mempertimbangkan ketentuan peraturan lalu lintas, maka pendapat tadi, “Sopir bis yang salah karena tiba–tiba ia menghentikan kendaraannya”, harus ditolak sebagai pendapat yang benar.
Semua pernyataan dan kesimpulan yang dikemukakan di atas sangat penting dalam menyusun argumentasi. Pernyataan dan kesimpulan itu menjadi bahan yang digunakan dalam menyusun proses berpikir seseorang atau menyusun penalaran. Olehkarena itu, sebelum berbicara mengenai proses, maka akan dikemukakan  terlebih dahulu sejumlah pengertian yang bertalian erat dengan proses penalaran itu. Yang pertama adalah pengertian inferensi dan implikasi.
Kata inferensi berasal dari kata Latin inferre yang berarti menarik kesimpulan. Kata implikasi juga berasal dari bahasa latin, yaitu dari kata implicare yang berarti melibat atau merangkum. Dalam logika, juga dalam bidang ilmiah lainnya, kata inferensi adalah kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta yang ada. Sedangkan, implikasi adalah rangkuman yaitu sesuatu dianggap ada karena sudah dirangkum dalam fakta atau evidensi itu sendiri. Banyak dari kesimpulan sebagai hasil dari proses berpikir yang logis harus disusun dengan memperhatikan kemungkinan yang tercakup dalam evidensi (implikasi) dan kesimpulan yang masuk akal berdasarkan implikasi (inferensi).
Sepintas lalu dapat pula dibedakan inferensi mana yang benar dan inferensi mana yang tidak benar dengan memperhatikan kebiasaan dan keadaan pada umumnya. Karena proses berpikir itu sangat kompleks dan rumit maka fakta,   evidensi, dan kebiasaan–kebiasaan harus diperhitungkan dengan cermat. Penalaran yang keliru dapat membawa penulis kepada pendapat atau kesimpulan yang salah. Dalam kehidupan penalaran yang salah itu terjadi bukan disebabkan oleh fakta atau evidensi yang tidak tepat, melainkan karena penulis atau pembicara dikuasai oleh emosi. Pengamanan terhadap proses berpikir yang logis itu hanya hanya dapat dicapai bila penulis atau pembicara memperhatikan juga faktor emosional.

3.      WUJUD EVIDENSI
Unsur yang paling penting dalam suatu tulisan argumentatif adalah evidensi. Pada hakikatnya evidensi adalah sebuah fakta yang ada, semua kesaksian, informasi, atau autoritas dan sebagainya yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur adukkan dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan. Pernyataan tidak mempunyai pengaruh terhadap sebuah evidensi karena hanya bersifat menegaskan apakah suatu fakta itu bernilai benar atau tidak. Dalam argumentasi, seorang penulis boleh mengandalkan argumentasinya pada pernyataan saja, bila penulis menganggap pendengar sudah mengetahui fakta–fakta yang ada serta memahami sepenuhnya kesimpulan yang diturunkan dari padanya.
Dalam wujudnya yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau  informasi. Data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu. Biasanya semua bahan informasi berupa statistik dan seluruh keterangan yang dikumpulkan atau diberikan oleh banyak orang kepada seseorang, semua yang dimasukkan dalam pengertian data (apa yang diberikan) dan informasi (bahan keterangan). Pada dasarnya, semua data dan informasi harus dapat diyakini dan diandalkan kebenarannya. Penulis atau pembicara harus mengadakan pengujian data dan informasi tersebut, apakah semua bahan keterangan itu merupakan fakta.
Fakta adalah sesuatu yang sesungguhnya terjadi atau sesuatu yang ada secara nyata. Bila seseorang mengatakan bahwa dia telah melihat kapal musuh mendarat disebuah pantai yang sepi, merupakan informasi. Jika sebuah surat kabar memberitakan bahwa ekspor Indonesia dalam bulan Desember 2010 adalah $700 juta. Bagaimana perinciannya?; barang apa saja yang di ekspor?;  ke Negara mana barang tersebut akan dikirim? dan sebagainya.
Dalam sebuah sidang pengadilan, pembela atau pengacara biasanya berusaha sekuat tenaga untuk menunjukkan bahwa kliennya sama sekali tidak bersalah dalam kasus yang dituduhkan kepadanya. Sebaliknya, penuntut umum berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan tuduhannya dengan menjelaskan bagaimana sebuah pisau berlumuran darah beserta sidik jari tersangka yang terdapat pada pisau itu menjadi bukti dari kejahatan yang dilakukan tersangka. Pisau, darah dan sidik jari yang dikemukakan dalam tuduhan itu merupakan fakta yang digunakan dalam hubungannya dengan membuktikan kesalahan tersangka disebut evidensi. Ada kemungkinan bahwa dapat terjadi kesalahan dalam evidensi itu. Dalam hal ini pembela akan mengajukan evidensi lain dengan mengatakan bahwa orang lain telah mencuri pisau itu dan telah mempergunakannya untuk melakukan pembunuhan. Secara diam–diam pisau itu dikembalikan dan tanpa sadar telah dipegang oleh tersangka. Fakta yang digunakan sama, hanya proses penalaran yang disusun berdasarkan fakta itu berlain. Pembela yang ahli akan menyesuaikan evidensinya dengan mempergunakan fakta–fakta tadi dengan sangat menyakinkan, sehingga hanya satu kesimpulan atau interpretasi yang dapat diturunkan dari padanya.

4.      CARA MENGUJI DATA
Supaya data dan informasi dapat dipergunakan dalam penalaran, data dan informasi itu harus merupakan fakta. Dalam kedudukannya yang pasti sebagai fakta, bahan–bahan itu siap digunakan sebagai evidensi. Olehkarena itu, perlu diadakan pengujian melalui cara tertentu. Dibawah ini akan dikemukan beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk mengadakan pengujian tersebut.
a.    Observasi
Berbagai fakta yang diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seorang pengarang atau penulis. Untuk lebih menyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya sebaik-baiknya dalam usaha menyakinkan para pembaca terkadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atau informasi itu. Dan sesungguhnya dalam banyak hal pernyataan yang diberikan oleh seseorang biasanya berdasarkan pada observasi yang telah dilakukan.
Nisa mengabarkan bahwa di Kebun Raya Bogor terdapat sebuah kolam karena ia pernah berkunjung kesana. Tomo sebaliknya mengatakan bahwa ada pohon yang tumbang melintang jalan karena dia melihatnya ketika pulang sekolah tadi. Demikian Pak Adi mengatakan bahwa beras jatah bulan ini telah ditimbang sebanyak 50 kg, seperti terbaca pada jarum timbangan. Penegasan pada semua contoh di atas diberikan karena mereka sendiri yang mengalami hal itu. Tetapi apakah betul semua informasi itu? Apakah semua merupakan fakta? Oleh karena itu, setiap pengarang atau penulis harus mengadakan pengujian kembali dengan melakukan observasi sendiri data atau informasi. Sesudah mengadakan observasi, pengarang dapat menentukan apakah informasi atau data tersebut merupakan fakta atau tidak, atau barangkali hanya sebagian saja yang benar, sedangkan sebagian lagi hanya di dasarkan pada perasaan dan prasangka para informan.
b.   Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi tidak selalu harus dilakukan dengan observasi. Terkadang sangat sulit untuk mengharuskan seseorang mengadakan observasi terhadap obyek yang akan dibicarakan. Kesulitan terjadi karena waktu, tempat dan biaya yang harus dikeluarkan. Untuk mengatasi hal seperti ini, penulis atau pengarang dapat melakukan pengujian dengan meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain yang telah mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri persoalan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengetahui bahwa untuk memutuskan suatu perkara, hakim tidak perlu mengadakan penyelidikan sendiri tentang fakta-fakta dari perkara yang sedang diadili. Dia dapat memanggil orang lain yang telah mengalami sendiri peristiwa tersebut. Demikian halnya dengan semua pengarang atau penulis, untuk memperkuat evidensi mereka dapat menggunakan kesaksian orang lain yang telah mengalami sendiri peristiwa tersebut. Dia mencoba memancing sebuah fakta yang berada disekitar peristiwa itu. Yang dimaksudkan dengan kesaksian di sini, tidak hanya mencakup apa yang didengar langsung dari seseorang yang mengalami suatu peristiwa, tetapi juga diketahui melalui buku, dokumen dan sebagainya.
c.    Autoritas
Cara ketiga yang dapat digunakan untuk menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli atau mereka yang telah menyelidiki suatu fakta dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka di bidang itu. Nasehat seorang dokter tentang penyakit yang di derita seorang pasien akan ditaati oleh pasien tersebut karena dokter itu dianggap suatu autoritas untuk setiap penyakit. Dengan demikian, autoritas dapat diartikan sebagai kesaksian ahli yang diberikan oleh seseorang, sebuah komisi, badan atau kelompok yang dianggap berwewenang.

5.      CARA MENGUJI FAKTA
Seperti yang dikemukakan diatas, untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Apakah data atau informasi itu merupakan kenyataan atau hal yang sesungguhnya terjadi. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian awal. Penilaian awal ini hanya diarahkan untuk mendapatkan keyakinan bahwa semua bahan adalah fakta. Pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat dua, yaitu semua fakta dapat digunakan sehingga dapat memperkuat kesimpulan yang akan diambil atau mengadakan seleksi untuk menentukan fakta mana yang dapat dijadikan evidensi dalam argumentasi.
a.    Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain. Untuk membuktikan bahwa kita tidak sanggup secara ekonomis sehingga tidak dapat membayar kuliah sekaligus diajukan evidensi seperti: pekerjaan orang tua adalah buruh harian, berasal dari golongan rendah, pendidikan orang tua sekolah dasar tidak tamat dan sebagainya. Sementara itu juga ada evidensi lain yang mengatakan bahwa ada tujuh orang saudara yang bersekolah di perguruan tinggi swasta lain dan untuk ketujuh saudara yang lain itu orang tua telah mengeluarkan biaya yang sekian banyak sehingga untuk diri sendiri dapat dimintakan keringanan berupa pencicilan uang kuliah. Namun, biaya ketujuh saudara lain di perguruan tinggi swasta lain memungut biaya yang cukup mahal, sebenarnya memberi gambaran bahwa orang tuanya sanggup secara ekonomis untuk membiayai anaknya. Olehkarena itu, evidensi yang diajukan saling melemahkan. Bila evidensi itu bertentangan atau saling melemahkan, maka argumentasi itu tidak akan menyakinkan pembaca atau pendengar.
b.   Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian fakta yang dapat digunakan sebagai evidensi adalah masalah  koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi harus koheren dengan pengalaman manusia atau sesuai dengan pandangan dan sikap yang berlaku. Bila penulis menginginkan agar sesuatu hal dapat diterima, ia harus menyakinkan pembaca bahwa pembaca dapat menerima fakta dan jalan pikiran yang dikemukakan, maka secara konsekuen pula pembaca harus menerima hal lain yaitu konklusinya.
Dalam menerangkan atau mengargumentasikan sesuatu hal, maka ada baiknya kalau penulis mengacu pada hal yang sangat intim dalam kehidupan manusia, kemudian menuju kepada hal yang umum. Misalnya, dalam menerangkan bahaya atau akibat yang timbul dari utang-piutang negara yang setiap tahun bertambah, penulis dapat mulai dari pengalaman sendiri. Berapa lama seseorang dapat bertahan bila belanja setiap bulan selalu melebihi penghasilan, kecuali harus bekerja ekstra untuk menutup kekurangan itu dan masalah yang dihadapi negara sama. Akibat dari keduanya sama yaitu kehancuran, kecuali seperti dikatakan tadi kalau orang itu atau negara harus bekerja lebih giat untuk meningkatkan penghasilannya atau berusaha menekan biaya yang haruus dikeluarkan.
\
6.      CARA MENILAI AUTORITAS
Apa yang harus dilakukan bila seseorang sedang menghadapi kenyataan bahwa pendapat berbagai autoritas itu berbeda? Yang dapat dilakukan adalah membandingkan autoritas itu, mengadakan evaluasi atas pendapat tersebut untuk menemukan suatu pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk menilai suatu autoritas, penulis dapat memilih beberapa cara pokok sebagai berikut.
a.    Tidak Mengandung Prasangka
Tidak mengandung prasangka artinya pendapat disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli atau didasarkan pada hasil eksperimen yang dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka yaitu autoritas tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data eksperimennya.
Untuk mengetahui apakah autoritas tidak memperoleh keuntungan pribadi dari pendapat atau kesimpulannya, penulis harus memperhatikan apakah autoritas mempunyai interes yang khusus; apakah dia berafiliasi dengan sebuah ideologi yang menyebabkan selalu condong kepada ideologi. Bila faktor itu mempengaruhi autoritas maka pendapatnya dianggap suatu pendapat yang objektif.
b.   Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
Dasar kedua menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal. Pendidikan yang diperoleh harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan sebagai seorang ahli. Pengalaman yang diperoleh autoritas, penelitian yang dilakukan, presentasi hasil penelitian dan pendapatnya akan memperkuat kedudukannya.
c.    Kemashuran dan Prestise
Faktor ketiga yang harus diperhatikan adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas hanya sekedar bersembunyi dibalik kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain. Apakah ahli menyertakan pendapatnya dengan fakta yang menyakinkan.
d.   Koherensi dengan Kemajuan
Hal keempat adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas sejalan dengan perkembangan dan kemajuan zaman atau koheren dengan pendapat sikap terakhir dalam bidang itu. Untuk memperlihatkkan bahwa penulis benar-benar siap dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, jangan berdasarkan pada satu autoritas saja, maka hal itu memperlihatkan bahwa penulis kurang menyiapkan diri.


BAB  III
P E N U T U P
Bila dilihat dari landasan teori diatas, penyusun dapat menyimpulkan bahwa penalaran merupakan faktor yang paling penting dalam kalimat argumentasi yang membutuhkan bukti dan fakta atas suatu keadaan tertentu karena penalaran membutuhkan kemampuan untuk berpikir logis dan analitis. Olehkarena itu, penalaran dapat membantu kita untuk mengemukakan pendapat berdasarkan keadaan yang sesungguhnya. Kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan kenyataan disebut proposisi. Selain itu, proposisi dapat dibedakan menjadi dua antara lain  proposisi yang merupakan ucapan faktual sebagai akibat dari pengalaman atau pengetahuan seseorang mengenai suatu hal (implikasi) serta proposisi yang merupakan pendapat atau kesimpulan seseorang mengenai suatu hal (inferensi).
                Selain penalaran, kita juga membutuhkan evidensi atau fakta untuk menyatakan sebuah kalimat argumentasi. Evidensi merupakan sebuah fakta, informasi yang sebenarnya yang digunakan untuk membuktikan suatu kebenaran yang pada umumnya tanpa dipengaruhi oleh pernyataan dan penegasan. Akan tetapi, seorang penulis boleh mengandalkan argumentasinya pada pernyataan saja, bila seorang penulis menganggap pendengar sudah mengetahui fakta yang sebenarnya serta sudah memahami kesimpulan terhadap kalimat argumentasi tersebut. Dalam penalaran, kita dapat menguji data dan fakta untuk mengetahui seberapa layaknya suatu data atau fakta untuk dijadikan evidensi. Dalam menguji data, kita dapat menggunakan metode seperti metode observasi, kesaksian dan autoritas. Sedangkan dalam menguji fakta kita dapat melihat berbagai faktor seperti konsistensi dan koherensi suatu fakta. Metode autoritas yang baik dan benar harus memenuhi syarat seperti: tidak mengandung prasangka, berdasarkan pengalaman dan pendidikan autoritas, tidak bersembunyi dalam kemashuran dan prestise seorang autoritor serta koherensi dengan kemajuan.

No comments:

Post a Comment